Masa depan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPR RI hampir pasti tidak menggembirakan. Belum pernah sebelumnya Parpol ini tidak berhasil memasukkan kadernya ke Senayan. Tidak ada satu pun gugatan yang mereka ajukan terkait Pemilu DPR RI 2024 yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Tinta hitam akan segera tercetak: PPP gagal membawa kader-kadernya ke Senayan untuk pertama kalinya dalam sejarahnya.
Ketika KPU mengumumkan hasil perolehan suara PPP pada tanggal 20 Maret 2024, Ketua DPP Achmad Baidowi mengaku terkejut. Beliau menyatakan bahwa data internal mereka menandakan partai yang dibentuk dari fusi partai-partai Islam pada tahun 1973 telah melebihi ambang batas parlemen. Dalam gugatan mereka terhadap hasil Pileg DPR RI 2024 di 18 provinsi ke MK, PPP berargumen bahwa seharusnya persentase suara sah nasional mereka adalah sebesar 4,02 persen.
Namun, meskipun ada klaim yang diajukan, hanya satu gugatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tahap pembuktian. Gugatan itu berkaitan dengan perolehan suara di daerah Pemilihan (dapil) Jawa Tengah III. Namun pada tanggal 20 September 2024, MK memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima karena dalil-dalilnya tidak jelas. Karenanya, perolehan suara PPP tetap tidak berubah dan hanya menerima 5.878.777 suara dari total 84 daerah pemilihan pada Pemilihan Umum Anggota DPR RI tahun 2024.
Dalam Pemilihan Umum Legislatif DPR RI tahun 2024, total suara sah mencapai 151.796.631 suara. PPP hanya memperoleh 3,87 persen dari jumlah tersebut, kurang dari ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Untuk melampaui ambang batas ini, PPP membutuhkan tambahan minimal 193.089 suara lagi. Apakah konflik internal dan dukungan calon presiden berperan dalam hasil ini?
Salah satu alasan mengapa PPP tidak berhasil memasuki DPR adalah karena konflik internal yang tidak terselesaikan dengan baik. Menurut Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro, masalah ini telah merusak citra partai dan membuat masyarakat kecewa. Konflik di dalam partai bahkan dimulai sebelum tahap Pemilu 2024 berlangsung, ketika ketua umum Suharso Monoarfa tiba-tiba diganti oleh Mardiono. Selama kampanye pilpres, beberapa kader PPP juga mendukung calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, meskipun partai secara resmi mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai calon presiden dan wakil presiden. Ini semua bertentangan dengan citra PPP sebagai partai Islam yang dianggap memiliki standar moral tinggi.
Agung mengkritik kurangnya kepemimpinan yang kuat dan upaya untuk menyatukan pihak-pihak yang berselisih di dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menurutnya, dalam periode transisi atau setelah konflik terjadi, sangat penting untuk memiliki seorang ketua umum yang kuat. Namun, dari segi dukungan politik terhadap Ganjar-Mahfud, Partai Persatuan Pembangunan gagal memperoleh efek elektoral yang diharapkan, bahkan sebaliknya. Meskipun berhasil memenangkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat 2024, partai utama dalam koalisi ini yaitu PDI-P kehilangan 18 kursi. Sementara itu, partai-partai lain seperti Hanura dan Perindo juga tidak berhasil masuk DPR RI.